Hampir enam tahun sudah Sistem Peringatan Dini Tsunami atau Tsunami Early Warning System (TEWS) di Indonesia bekerja sejak diluncurkannya pada bulan November 2008 oleh Presiden Republik Indonesia. Diumurnya yang terbilang muda, ternyata memiliki tanggung jawab besar yakni melindungi seluruh masyarakat Indonesia dari ancaman tsunami. Suatu tantangan yang berat karena instansi yang terkait khususnya tim operasional seperti Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) harus berpacu dengan waktu untuk memutuskan apakah tsunami akan terjadi atau tidak sehingga tragedi akibat tsunami Aceh 2004 tidak terulang kembali.
Berdasarkan pengertiannya, Sistem Peringatan Dini Tsunami merupakan suatu langkah untuk menginformasikan secara dini sebelum tsunami menerjang daerah potensi bencana. Artinya secara tidak langsung keberadaan tsunami ini sudah diketahui ciri – cirinya terlebih dahulu sehingga pihak terkait (BMKG) berani untuk memutuskan dan menyebarkan informasi potensi tsunami kepada instansi terkait dan seluruh masyarakat Indonesia khususnya terhadap daerah yang berpotensi. Mungkin masih banyak masyarakat yang bertanya - tanya, mengapa tsunami dapat diinformasikan secara dini sedangkan gempabumi tidak? Apa yang mendasari ini semua?
Gempabumi dan Tsunami
Gempabumi merupakan salah satu fenomena alam yang dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu : Gempabumi Vulkanik, Gempabumi Tektonik, Gempabumi Runtuhan, dan Gempabumi Buatan. Berdasarkan historis kegempaan BMKG periode 1973 -2013, gempabumi tektonik paling mendominasi akan terjadinya gempabumi. Hal ini diakibatkan adanya pergerakan antar lempeng yang saling bertemu dan salah satu lempeng (Indo-Australia) menyusup kebawah lempeng Eurasia didasar laut. Pada zona inilah aktifitas gempabumi terjadi.
Gempabumi tidak serta merta terjadi begitu saja, adapun tahapan – tahapan terjadinya gempabumi. Seperti yang telah dikatakan tadi bahwa akibat pergerakan lempeng itulah gempabumi terjadi. Jika ditelusuri lebih dalam, pada daerah perbatasan lempeng yang saling bertemu sebenarnya energi gempa sedang diakumulasikan. Akibat tekanan yang terus menerus maka salah satu lempeng (lapisan batuan) tidak mampu lagi menahannya sehingga energi akan terlepas dan getaran yang kita rasakan secara mendadak inilah yang disebut gempabumi. Deformasi lapisan kerak bumi yang terjadi akibat gempabumi inilah yang mengakibatkan perubahan mendadak didasar laut dan dapat memicu gelombang tsunami atau dengan kata lain tsunami terbentuk setelah gempabumi terjadi.
Gempabumi dan Tsunami
Gempabumi merupakan salah satu fenomena alam yang dapat digolongkan menjadi empat jenis, yaitu : Gempabumi Vulkanik, Gempabumi Tektonik, Gempabumi Runtuhan, dan Gempabumi Buatan. Berdasarkan historis kegempaan BMKG periode 1973 -2013, gempabumi tektonik paling mendominasi akan terjadinya gempabumi. Hal ini diakibatkan adanya pergerakan antar lempeng yang saling bertemu dan salah satu lempeng (Indo-Australia) menyusup kebawah lempeng Eurasia didasar laut. Pada zona inilah aktifitas gempabumi terjadi.
Gempabumi tidak serta merta terjadi begitu saja, adapun tahapan – tahapan terjadinya gempabumi. Seperti yang telah dikatakan tadi bahwa akibat pergerakan lempeng itulah gempabumi terjadi. Jika ditelusuri lebih dalam, pada daerah perbatasan lempeng yang saling bertemu sebenarnya energi gempa sedang diakumulasikan. Akibat tekanan yang terus menerus maka salah satu lempeng (lapisan batuan) tidak mampu lagi menahannya sehingga energi akan terlepas dan getaran yang kita rasakan secara mendadak inilah yang disebut gempabumi. Deformasi lapisan kerak bumi yang terjadi akibat gempabumi inilah yang mengakibatkan perubahan mendadak didasar laut dan dapat memicu gelombang tsunami atau dengan kata lain tsunami terbentuk setelah gempabumi terjadi.
Syarat Tsunami :
Hampir dalam satu dekade ini, Indonesia sudah dikejutkan banyak kejadian tsunami yang menerpa sebagian besar wilayah pantai Sumatera. Berbicara tentang Sumatera, hal yang paling kita ingat sekaligus membuat negeri ini berduka yakni peristiwa gempabumi Aceh 2004 yang menimbulkan mega tsunami. Dampaknya pun tak main-main, ratusan ribu korban jiwa dan sarana prasarana di pesisir barat Sumatera lenyap seketika akibat sapuan gelombang tsunami. Dibalik gempa besar dengan kekuatan 9.3 SR, terdapat faktor penentu berupa mekanisme sumber gempabumi. Mekanisme inilah yang dapat membedakan secara tegas mengapa tidak semua gempabumi dapat memicu gelombang tsunami.
Terkait peristiwa tsunami, terdapat empat syarat dimana gempabumi tektonik dapat memicu tsunami. Yakni, (1) gempabumi berpusat didasar laut, (2) hiposentrum gempabumi kurang dari 70 kilometer, (3) magnitudo gempabumi lebih besar dari 7.0 SR, (4) sesar atau patahan akibat gempabumi merupakan patahan vertikal. Arahnya yang vertikal mengindikasikan slip-nya massa batuan ke atas (Reverse Fault / Thrust Fault) atau ke bawah (Normal Fault).
Berdasarkan asumsi sebelumnya bahwa gelombang tsunami muncul sesudah gempabumi terjadi maka sedikit tidaknya kita dapat benafas lega dari ancaman tsunami karena terdapat selang waktu antara gempabumi dan tsunami. Selang waktu yang dimaksud adalah perbedaan kecepatan rambat gelombang antara gempabumi dan tsunami. Berdasarkan penelitian para ahli seismologi, tsunami menjalar dengan kecepatan 13 kilometer per menit dari sumber. Sedangkan gelombang primer gempabumi menjalar dengan kecepatan 360 - 480 kilometer per menit dari sumber. Terlihat dengan jelas perbedaan kecepatan antara tsunami dan gempabumi sehingga terjangan tsunami ke bibir pantai dapat diprediksi dan diantisipasi. Atas dasar inilah mengapa tsunami dapat estimasi oleh Indonesia Tsunami Early Warning System (INA-TEWS).
Detik – detik yang tersisa inilah benar – benar dimanfaatkan oleh BPPT, BIG, LAPAN dan khususnya BMKG untuk memutuskan dan menginformasikan potensi tsunami kepada instansi terkait dan masyarakat luas. Sehubungan dengan itu, informasi diterima dengan cepat oleh Badan Nasional Penanggulanan Bencana (BNPB) dan pemerintah daerah untuk bertindak sigap dalam melakukan mitigasi bencana terhadap daerah yang berpotensi terkena tsunami.
Berbeda dengan gempabumi yang belum dapat dideteksi secara dini, seperti halnya tsunami early warning. Hal ini terjadi akibat proses monitoring pergerakan lempeng yang tidak menentu dan berada jauh di dalam bumi. Dengan demikian, waktu,lokasi, dan besarnya kekuatan gempabumi masih sulit untuk dipetakan. Adapun kajian - kajian yang dilakukan para peneliti untuk mengindentifikasi tanda – tanda awal (precursors) sebelum gempabumi terjadi. Namun precursors gempabumi belum dapat dipakai sebagai tujuan early warning sebab info yang disebarluaskan akan berdampak luas pada berbagai macam aspek kehidupan, seperti kelumpuhan ekonomi karena masyarakat takut beraktifitas seperti biasanya untuk menghindari isu gempabumi yang akan terjadi.
Kendatipun demikian, ucap syukur kita panjatkan karena alam masih memberikan detik –detik kehidupan bagi kita untuk dapat menyelamatkan diri dari tsunami. Selain waktu kejadian yang tidak bersamaan dan juga kecepatan gelombang tsunami yang jauh lebih lambat daripada gelombang gempabumi maka Sistem Peringatan Dini Tsunami ini dapat diterapkan. Walaupun demikian, kerjasama multi instansi dan multi nasional ini tidak akan menghasilkan apa – apa tanpa peran dan serta dari masyarakat Indonesia sendiri. Jika dipikir ulang kembali, tidak akan ada ruginya kita mengikuti instruksi peringatan dini jikalau informasi potensi tsunami disebarluaskan. Terjadi atau tidaknya tsunami yang terpenting adalah kita selamat dari ancaman bencana dasyat ini. Sebagai penutup, mengingat kejadian gempabumi dan tsunami yang terjadi di masa mendatang, maka kepada seluruh masyarakat Indonesia diharapkan tetap waspada dan mengenali jalur – jalur evakuasi agar tidak panik saat fenomena alam ini terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar